KIAT MELAKUKAN COACHING
KIAT MELAKUKAN COACHING | TopKarir.com

Mantra paling populer diera kekinian menyoal kepemimpinan adalah coaching (melatih). Sang pemimpin memiliki kewajiban dan tanggungjawab untuk melatih anak buahnya agar semakin cakap dalam bidang yang ditekuni, trampil menyelesaikan tugas-tugasnya dan cerdas dalam mengimplementasikan nilai-nilai organisasi. Coaching menjadi jembatan untuk mempertemukan kebutuhan yang diinginkan oleh organisasi dengan ketrampilan yang dimiliki karyawan.

Jika pada masa lalu ada paradigma bahwa pelatih merupakan orang dari luar organisasi yang khusus dikaryakan untuk melatih para karyawan, pada hari ini paradigma tersebut mendapat pelurusan. Tidak selalu pelatih berasal dari luar perusahaan. Paling ideal justru pelatih berasal dari internal organisasi. Mengapa? Karena ia akan memahami denyut kehidupan organisasi, ketrampilan yang diperlukan karyawan dan masa depan organisasi hendak menuju. Lalu siapa pelatih paling ideal dari dalam organisasi tersebut? Tak lain atasan langsung dari para bawahan.

Sebagai pelatih, ia wajib memiliki prasyarat. Pertama, tentu ia memahami apa yang akan dilatihkan kepada anak buahnya. Mahir atau tidak sang pelatih, itu urusan berikut. Apabila ia mahir, akan memberi nilai lebih. Bila tidak mahir, tetap saja ia harus memahami dan menguasai tehnik-tehnik pekerjaan yang akan dilatihkan. Seperti halnya pelatih sepakbola yang belum tentu mahir bermain bola. Namun tetap saja pelatih sepakbola ini paham dan menguasai tentang tehnik-tehnik bermain bola.

Dalam konteks ini bisa dicontohkan sosok Pep Guardiola dan Jose Mourinho, dua pelatih sepakbola yang memiliki kinerja prima sebagai pelatih. Jika ditanya, diantara dua pelatih ini mana yang lebih hebat? Perdebatan panjang tercipta. Namun jika pertanyaannya diubah, mana yang lebih hebat ketika menjadi praktisi (pemain) bola? Jawabannya tunggal; Pep Guardiola. Ketika menjadi pemain bola, Pep adalah pemain inti kelab Barcelona dan pemain nasional Spanyol. Piala sebagai juara berderet tersimpan di rak almari rumahnya.  

Berbeda dengan Jose Mourinho yang ketika menjadi pemain tak lebih pemain amatir. Bisa dikatakan Mourinho tidak pernah menjadi pilihan utama kelab sepakbola. Ia pemain kelas dua yang nyaris tidak memiliki piala bergengsi. Namun ketika menjadi pelatih, hampir semua piala pernah dikoleksinya.

Itulah hakekat sebagai pelatih. Lebih penting memahami dan mahir sebagai pelatih. Mahir ketika menjadi praktisi adalah nilai tambah.

Syarat berikutnya, ia harus menjadi pribadi yang hangat, terbuka dan memandang anak buah yang dilatih sebagai mitra belajar. Kehangatan pribadi akan membuat anak buah merasa senang dan tidak berjarak dengan pelatihnya. Anak buah akan mudah menyerap ilmu-ilmu yang diberikan dari pelatihnya. Ilmu-ilmu ini yang kemudian menjadi dasar untuk melakukan praktik nyata dalam menyelesaikan pekerjaan.

Tak kalah penting adalah sang pelatih memiliki empati kepada anak buah. Intinya, sang pelatih jujur melihat persoalan dari kacamata anak buah, bukan kacamata dirinya. Ia memosisikan diri layaknya anak buah yang belum paham terhadap pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Bersifat empati akan menjadikan sang pelatih mengetahui kondisi kejiwaan anak buahnya. Dus sang pelatih memahami sampai tingkat apa tehnik-tehnik yang telah dikuasai anak buah.

Prasyarat selanjutnya adalah sang pelatih murah untuk memuji. Bila ada perubahan sikap maupun ketrampilan dari anak buah setelah mengikuti proses pelatihan, pujilah perubahan tersebut, sekecil apapun perubahan yang terjadi. Memuji ini selain memotivasi anak buah, sekaligus memberi dorongan kepada anak buah untuk selalu bertumbuh semakin baik. Memuji akan membawa dampak signifikan pada semangat anak buah untuk selalu belajar.

Manusia pembelajar, tak lain manusia yang dipersiapkan memenangkan persaingan. Bukankah pemimpin akan semakin terprovokasi untuk meraih kinerja terbaik bagi diri dan organisasinya apabila para anak buahnya memiliki semangat untuk bertumbuh dan bergairah memenangkan persaingan?

Adalah Robby Djohan, legenda pemimpin bisnis yang dimiliki Indonesia. Karirnya merentang panjang dari Citibank, kemudian membesarkan Bank Niaga sehingga Bank Niaga pernah menjadi bank swasta terbesar nomor dua di Indonesia. Paska-pensiunan dari Bank Niaga kemudian menjadi kepala suku dalam proses merger lima bank besar pelat merah menjadi Bank Mandiri. Sempat membenahi Garuda Indonesia, untuk kemudian menjadi wirausaha. Sosok Robby Djohan adalah salah satu pelatih (bisnis) terbesar di Indonesia.

Dari ketekunannya melatih, lahirlah pemimpin bisnis yang menjadi garda depan dalam industri keuangan di Indonesia, seperti Agus Martowardoyo Arwin Rasyid dan Peter Stok. Bahkan pengusaha Indonesia yang sukses membangun kerajaan properti di Australia, Iwan Sunito mengakui, Robby Johan adalah pelatihnya.

Kepiawaian Robby Johan menjadi pelatih telah menjadi legenda. Apa yang bisa dipelajari dari Robby Djohan menyoal kiat melakukan coaching? Selain berbagai prasyarat seperti disebut di atas, ada dua hal yang bisa dipelajari.

Pertama, sebagai pelatih Robby Djohan tidak memiliki pamrih pribadi. Pamrihnya tunggal: orang-orang yang dilatihnya menjadi sosok besar yang menguasai bidang yang ditekuni. Ia akan total dalam melatih. Ia menjadi pendengar yang baik ketika anak buahnya menyampaikan keluhan.  Ia menjadi guru, bapak sekaligus teman bagi para anak buahnya.

Kedua, Robby Djohan selalu mengasah dirinya dengan ilmu-ilmu baru yang selaras dengan perkembangan jaman. Menjadi pelatih tetap harus menjadi pembelajar yang baik. Ketika ia menyuruh anak buahnya belajar, ia sendiri harus juga belajar. Ya, pelatih akhirnya adalah manusia pembelajar tanpa jeda.

Selamat kepada Anda sidang pembaca untuk menjadi pelatih handal.

 

 

 

 

A.M. Lilik Agung. Senior trainer. Alumni FNE dan FE Ekstension UGM.

Berlamat di: lilik@galerihc.com


Artikel Lainnya...
Komentar
Login terlebih dahulu jika ingin meninggalkan komentar.