Mendigitalkan Kehidupan Kerja dari Ujung ke Ujung
Mendigitalkan Kehidupan Kerja dari Ujung ke Ujung | TopKarir.com

Dulu kita mengklasifikasikan jenis generasi manusia berdasarkan perangkat teknologi yang digunakannya. Ada yang disebut manusia generasi analog, lalu ada yang disebut generasi digital. Dalam dua rentang tersebut, ada yang dinamakan generasi transisi. Mereka lahir pada zaman masih analog, lalu mendewasa dan menjadi tua pada zaman yang sudah serba digital seperti hari ini.

Hari ini, dikotomi tentang generasi analog-digital tersebut sudah makin tidak terdengar atau dilupakan orang. Selain sudah tidak relevan membuat distingsi yang tajam seperti itu, dominasi generasi digital yang semakin besar membuat yang analog juga semakin ditinggalkan atau kurang terdengar.

Sementara itu, serbuan perangkat digital terjadi tidak melulu hanya di dalam ruang publik dan perkantoran, tetapi sudah jauh merangsek ke ruang-ruang privat –kamar-kamar pribadi atau rumah-rumah tinggal. Manusia hidup dengan serba digital, nyaris 24 jam sehari. Dalam kondisi dan situasi seperti itu, bagaimana mungkin analog dapat bertahan?

Salah satu sistem analog yang masih tersisa dalam kehidupan di ruang publik adalah frekuensi penyiaran televisi. Namun hanya tinggal tunggu waktu, frekuensi itu akan beralih menuju digital, dengan segala konsekuensi dan manfaat yang dapat diperoleh.

Perangkat-perangkat manual-mekanikal, hari ini sudah berkombinasi dengan pernak-pernik digital, mulai dari sistem transportasi, perdagangan dan bisnis, hiburan, dan masih banyak lagi. Kita tidak pernah bisa membayangkan bursa saham di Hongkong yang dibuka pada tahun 1980-an dan menjadi episentrum keuangan Asia, kini sudah tidak lagi mengenal transaksi analog sehingga lantai bursa itu harus ditutup selamanya. Cerita-cerita tentang konversi dan migrasi dari instrumen analog ke digital seperti bursa Hongkong ini dapat menjadi sebuah kumpulan cerita yang berisi jutaan menu.

 

Digitalisasi Kerja

Bagi pegawai zaman ini, falsafah yang dianut bukan lagi “Merdeka ataoe Mati” melainkan “Digital atau Mati”. Tanpa menjadi digital, pegawai mati. Kondisi ini dalam amatan dan pengalaman saya dipercepat oleh keadaan pandemi akibat virus Covid-19 sejak awal 2020 lalu.

 

Dalam pidato kenegaraan menjelang perayaan kemerdekaan 17 Agustus 2021, Kepala Negara menyatakan bahwa krisis, resesi, dan pandemi yang seperti api, bisa menerangi, membuat kita mawas diri, memperbaiki diri, dan menguatkan diri. Pandemi, telah membuat kita memperbaiki diri, dan mempercepat konversi kita menuju hidup yang makin beraroma digital.

Tingkat kecepatan proses bisnis dan eksekusi-eksekusi yang dibutuhkan di dalam organisasi –bisnis maupun birokrasi— tidak pernah tertandingi kecepatannya sejak terjadinya pandemi. Suatu keputusan yang tadinya harus ditetapkan dengan rapat berkali-kali, dapat diputuskan dengan cepat karena rapatnya pun virtual. Maka, sangatlah wajar bila cara berpikir analog makin ketinggalan mengikuti laju zaman digital.

Pandemi juga mengubah gaya hidup dengan cepat dan drastis. Sebagai contoh paling sederhana, pada tahun-tahun sebelumnya, proses work from home hanyalah impian para direktur atau manajer HRD banyak organisasi. Sekarang, semuanya harus work from home. Ketika pandemi dilonggarkan, fenomenanya menjadi work from everywhere.

Digitalisasi kehidupan kerja, tidak hanya menyangkut aspek fisik yang melibatkan pegawai, melainkan juga pada berbagai instrumen yang dibutuhkan untuk melakukan kontrol, penilaian, evaluasi, monitoring, mutasi, rotasi, promosi, sampai dengan tes atau survei-survei. Semuanya telah terdigitalisasi dari ujung ke ujung.

Saya melihat, justru mereka yang masih mencoba menawar-nawar instrumen ini dengan pendekatan lama dan bersifat konvensional, mereka akan ditinggalkan oleh pegawainya sendiri, atau tertinggal dari kompetitornya yang telah menerapkan full speed digital movement.

Digitalisasi yang sifatnya dari hulu ke hilir, end-to-end, akan membuat setiap organisasi mampu beradaptasi dengan cepat menyesuaikan perubahan yang terjadi, dan dapat merespons dengan reaksi yang tepat dan terukur.

 

Notes:
* Tulisan juga dimuat pada portal https://langit7.id/ tanggal 18 Agustus 2021, atas permintaan penulis untuk dimuat kembali portal kagamakarir.id untuk Kagama Human Capital.

 

Penulis: Muhamad Ali.

Praktisi Human Capital Management.

Komisaris Pertamina EP.

Direktur HCM PLN 2015-2020.

Alumni Fakultas Hukum UGM.


Artikel Lainnya...
Komentar
Login terlebih dahulu jika ingin meninggalkan komentar.