Perkembangan waktu membuat segala sesuatu menjadi kompleks dan juga sederhana di saat bersamaan. Tak terkecuali perusahaan atau unit bisnis yang terus berusaha mencari cara agar aktivitas bisnisnya dapat dilakukan seefektif dan seefisien mungkin.
Proses rantai pasok tradisional tentu sangat melibatkan tenaga manusia di dalam setiap aktivitasnya. Namun demikian, perkembangan artificial intelligence (AI), big data, dan otomasi yang mampu membantu proses produksi menjadi lebih cepat dan hemat, cenderung membuat manajemen rantai pasok tradisional tidak terlalu signifikan. Segala bentuk proses produksi dapat dilakukan secara otomatis, bahkan sedikit melibatkan tangan manusia. Fenomena ini kemudian memunculkan pertanyaan baru: Akankah peran manusia di dalam rantai pasok sepenuhnya akan hilang atau hanya bergeser?
Sebagai contoh, sebuah unit bisnis yang melakukan pengiriman barang kepada pembeli akan sulit untuk mengetahui keadaan barang sedang yang dikirim. Tetapi dengan teknologi, keadaan barang dapat dilacak dan diawasi sampai ke tangan pembeli. Begitu pun dengan transaksi yang dapat dilakukan secara digital, tingkat akurasi data dan informasi menjadi semakin meningkat.
Rantai pasok tentu menjadi salah satu faktor penting bagi sebuah perusahaan untuk tetap menjaga keberlanjutan bisnisnya. Kehadiran teknologi bukan berarti meniadakan manajemen rantai pasok, melainkan membuatnya semakin berkembang dan berevolusi. Aktivitas berulang (repetitive) yang biasa dilakukan oleh manusia dapat digantikan oleh teknologi. Teknologi akan menggantikan peran manusia dalam melakukan pekerjaan tertentu. Namun demikian, momen ini juga dapat dilihat sebagai kesempatan untuk manusia mempelajari keterampilan baru.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan rantai pasok di masa depan. Pertama adalah pergeseran pasokan tenaga kerja, di mana keterampilan yang paling penting adalah penguasaan digital. Tenaga kerja harus mampu beradaptasi dengan teknologi untuk mengatur proses, melakukan exception handling, dan mengontrol mesin. Kedua adalah perkembangan mesin dengan teknologi di dalamnya yang semakin canggih. Hal ini akan mempengaruhi penggunaan rantai pasok dalam membuat keputusan dan otomasi. Faktor ketiga adalah semakin terhubungnya segala sesuatu. Data dan informasi semakin mudah diakses yang mempengaruhi kolaborasi, simulasi, dan pengambilan keputusan. Salah satu teknologi yang akan mempengaruhi model rantai pasok adalah digital twins yang dapat membuat simulasi digital semakin akurat. Selain tiga hal di atas, faktor Ekonomi Sirkular (circular economy) menjadi salah satu arus utama di dalam rantai pasok yang perlu diperhatikan. Aktivitas rantai pasok yang terus berkembang tentunya didorong untuk dapat memaksimalkan penggunaan material secara sirkular sehingga dapat menekan produksi limbah dengan cara memulihkan atau memanfaatkan kembali produk/bahan sebanyak mungkin.
Munculnya pandemi COVID-19, mau tidak mau semakin memaksa seluruh lini bisnis untuk menerapkan sistem digitalisasi dan penggunaan teknologi. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi jaringan-jaringan dari rantai pasok bagi bisnis di seluruh dunia. Perusahaan-perusahaan di dunia saat ini menjadikan rantai pasok sebagai prioritas untuk dapat terus ditingkatkan dengan tujuan mengurangi pengeluaran, tetapi di saat bersamaan dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Strategi penggunaan digital supply chain menjadi salah satu pilihan yang tepat karena teknologi yang digunakan dapat berdampak pada tingkat operasional sampai membantu perencanaan strategi. Selain itu, fokus rantai pasok tidak lagi hanya menghindari kerugian bagi para pemangku kepentingan, tetapi memberikan dampak lebih besar pada sektor ekonomi, lingkungan, dan nilai-nilai sosial di masyarakat. Hal ini akan berfokus pada pengurangan dampak buruk terhadap lingkungan seperti pengurangan limbah, penggunaan air, pengurangan emisi gas rumah kaca, hingga upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ada beberapa tren yang mempengaruhi perkembangan rantai pasok. Pertama adalah kostumisasi di sepanjang rantai pasokan. Hal ini dilakukan untuk melihat pasar yang beraneka ragam agar dapat disesuaikan dengan lokasi untuk sourcing dan produksi, produk yang sesuai dengan segmentasi pasar, dan tingkat kebutuhan produk di pasar tertentu. Kedua adalah pengoptimalan alur inventaris. Sebuah usaha yang memiliki penyimpanan inventaris yang besar tentu akan memakan biaya yang besar. Sebaliknya, jika ruang penyimpanan persediaan/inventory kecil maka akan kekurangan ruang yang mungkin diperlukan namun biaya yang dikeluarkan cenderung lebih sedikit. Sebuah usaha yang mampu menjaga alur inventaris dengan data yang menyeluruh dan terperinci akan membantu pemanfaatan inventaris secara lebih baik. Ketiga adalah pengoptimalan modal kerja dengan teknologi. Teknologi dapat memberikan data perkiraan dan variabel pendukung bagi sebuah perusahaan dalam membuat keputusan lebih cepat dan tepat. Terakhir adalah pemanfaatan blockchain. Blockchain dapat memberikan data yang akurat dan terkini, visibilitas data dan informasi, dan menjamin keamanan informasi. Dengan akses data-data yang lebih mudah manajemen rantai pasok akan menjadi efisien dan efektif ke depannya.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa rantai pasok masih tetap relevan dan akan terus berkembang. Di masa depan, peran manusia dalam kegiatan rantai pasok yang sifatnya berulang akan bergeser dan digantikan dengan mengimplementasikan penggunaan teknologi yang semakin mutakhir. Rantai pasok pun akan terus berevolusi menjadi proses yang semakin efektif, efisien, dan mengadopsi nilai-nilai berkelanjutan. Pada akhirnya, rantai pasok di masa depan akan mampu mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
Artikel ini juga dipublikasikan pada website UKMIndonesia.id.